Pada Desember, aku takut kehilangan mu lebih jauh lagi, walaupun kusadari aku tidak pernah sama sekali memiliki mu, paling tidak hanya di kepalaku. Kamu tidak pernah berhasil ditebak oleh siapapun, makanya tidak seperti mereka yang menerka, Aku lebih memilih menerima. Apapun, apapun yang kau suguhkan, membiarkan kamu menjadi nakhoda kapal yang sebenarnya tidak ada sama sekali. Kapal yang ruang kemudinya sebenarnya hanya kita yang berada di Padang ilalang besar nan luas. Disanalah kau berceloteh, bercerita macam macam, tapi punggungmu memunggungiku. Untuk sekedar bertanya, kau hanya menoleh sedikit. Didalam semua percakapan kita, aku sering bertanya tanya... pernahkah kau sadari betapa banyak aku tersenyum dibelakangmu? Betapa banyak aku tersipu dalam membayangkan diam yang kau suguhkan kadang kadang. Betapa tidak takutnya aku, kehilangan kamu, yang sejujurnya hanya lukisan didepan mataku.
Hai kak Musa Ini chania, Ini Nayla Or ila? Agak aneh sebenernya buat ngetik ini lagi, surat lagi. Surat elektronik ya? Hehehe, saya masih terlalu takut buat ngetik ini spontan, masih terlalu cupu takut ngebuang waktu Kaka karena harus nunggu saya ngetik. Jadi ini, pesan sekali duduk dari saya buat Kaka. Ini gak seperti biasa, karena saya butuh jawaban atau penolakan. Tadi, saya habis coba hal yang selalu saya hindari ; makan mie goreng pake saos. Tapi, ujungnya saya ngelakuin itu karena... Why not? Kenapa harus terus terusan percaya kalo itu gak akan enak, sedangkan semua cuma terjadi di kepala saya. Harus jujur, harus jelas. Makanya, saya mengirim surat ini ke Kaka, supaya hal yang paling saya takut ; bilang kalo ini udh berakhir. Supaya memang harus jelas akhirnya gimana.. Kak, Im still in love with u, sometimes it sucks for me tho. But sometimes i got lots of happiness, u help me lots from my fuckin 2022 yang super nyebelin. Rasa sayang ini, yang dulu saya gaberani ketik,...
Komentar
Posting Komentar