Langsung ke konten utama

Postingan

aliran kenangan

Aku ke savana yang dahulu Ia terletak didalam aliran nadi mu sendiri Ia rajin memompa udara yang mengantarkannya pada sepasang telaga penyimpanan, tuan Tetapi yang kudengar... Katanya, mereka tengah bersedih Merindukan dongeng dongeng perihal kiasan merona yang sudah hilang Entah terkubur atau tertinggal dibelakang Aku hanya terdiam Entah bagaimana mampu kuceritakan padanya lagi betapa hazel membawamu melambai Sedang menoleh pun aku sudah lagi tidak Tetapi, alirannya semakin deras Mungkin ia bisa melembut apabila kudengungkan lagi manis tuturmu Tetapi bagaimana aku akan bersenandung Sedang telingaku sudah tuli sebab lama tak menangkap gelombang suaramu, sayang "Apakah," katanya Sayup kudengar didalam goa Yang sempit terhimpit Tersembunyi dan sunyi Ia.. bernestapa Apakah pandai berututur dalam dusta cinta ialah renjana Apakah giat menyebut dalam doa ialah dosa Apakah tuan tau betapa lama aku sudah memendam rasa?
Postingan terbaru

dear, twilight

Hi kak musa I know u wont open this cringe blogspot, so i write here for u. It quitely weird and anoyying. I cant talk to someone beside u on my head. I think, ure the person who never blame me for my fault, bcs maybe it isnt my fault, isnt it? Let me being a selfish girl here bcs i think i havent been this selfish.  U know kak, im really tired. Capem sekali sama dunia, kenapa gak ada yabg rasanya sayang sama saya? Kenapa sampai segitunya saya butuh validasi dari beberapa orang dan tidak mementingkan yang lainnya.  U know kak? Im that famous here. I thought that i will not but i do wkwkkwkwkw. Its cute tauuuuu, kakel2 pada kenal saya, kayanya bakal cuma kaka yang mau menerima narsisme ini. Itu suatu penghargaa  kecil aja sih buat saya.  Kak, tau gak sih, kenapa saya lebih suka malam daripada siang? Soalnya ada kaka, kan kaka suka bulan. Kalau wulandari, boleh ga kak? Wkwkwkwk sempet2nya flirting.  Kak, saya capekkk banget, capek sekali ngerasa kesepian dan beras...

di suatu kedai pinggir jalan

Di suatu sore, kau mengajakku kencan buta. Sabtu sore yang anggun, malam minggu yang sedikit asing. Kita berputar mengelilingi jakarta yang begitu sempit, bukan karena kejutan, tetapi kau memang dihantui kebingungan. Itu saja. Arogansimu atas laki laki kerap terlaku tinggi, tapi nalurimu akan orang buta kerap membuatku rendah. Tidak apa, waktu itu musim uang baru, memang hanya segelintir yang mendapat, dan segelintirnya aku.  "Uang baru nih" "Wih mana? Mau liat"  "Nih"  Aku seperti anak kecil, banyak sebutan itu bersileweran tapi tak ada yang menggantikan. Uang seribu, cinta samar semalam semu, dan kata "abadi" pada kotak hadiahku.  Tetapi, kita memang terjebak pada jakarta sih. Ya, memang kota sialan itu. Bisa bisanya kita berpisah begitu saja. 

menolak kegagalan

Entah mengapa menolak kegagalan bisa jadi sedemikian pahit untuk sepotong brownis cokelat bertabur kacang. Entah mengapa, menolak kegagalan bisa sedemikian pisang kuning tak bersemangat yang masam. Entah bagaimana, aku selalu terjebak, pada kemuraman, kegagalan. Dan kesedihan tahun kemarin juga tahun depan. Katanya, mati satu tumbuh seribu, tuhan justru mematikan segala sisa sisa yang menyala. Yang kupikir tak akan redup, yang cahayanya berpendar, sampai sampai aku tidak berkeberatan untuk terlupakan.  Dan senja, potonganmu abadi.  Bersama bayang bayang purnama.  Sayangnya, tak ada yang namanya tukar air mata.  Yah, kak, kita memang sudah terlalu jauh. Dan, memang, membiarkanku terlupakan adalah sesungguh sungguhnya cara untuk mati

dan pada suatu saat

Dan, pada suatu saat Mungkin aku akan merindukan caraku mengabadikanmu.  Pada lembar usang yang melupakan cara kerja waktu.  Pada dering yang tak memiliki fungsi hapus Pada kamu, yang tak letih letih muncul.  Atau, suatu saat kau akan hilang? Aku, tidak akan membayangkan. 

semu

Pada Desember, aku takut kehilangan mu lebih jauh lagi, walaupun kusadari aku tidak pernah sama sekali memiliki mu, paling tidak hanya di kepalaku. Kamu tidak pernah berhasil ditebak oleh siapapun, makanya tidak seperti mereka yang menerka, Aku lebih memilih menerima. Apapun, apapun yang kau suguhkan, membiarkan kamu menjadi nakhoda kapal yang sebenarnya tidak ada sama sekali. Kapal yang ruang kemudinya sebenarnya hanya kita yang berada di Padang ilalang besar nan luas. Disanalah kau berceloteh, bercerita macam macam, tapi punggungmu memunggungiku. Untuk sekedar bertanya, kau hanya menoleh sedikit. Didalam semua percakapan kita, aku sering bertanya tanya... pernahkah kau sadari betapa banyak aku tersenyum dibelakangmu? Betapa banyak aku tersipu dalam membayangkan diam yang kau suguhkan kadang kadang. Betapa tidak takutnya aku, kehilangan kamu, yang sejujurnya hanya lukisan didepan mataku.

27, dan kebebalan yang kurindukan

Yah Desember, aku ingat waktu itu kamu masih menebak nebak ulang tahunku, bebal! Bukan 27 kubilang. Aku ingat betul bagaimana wajahmu menyerah, aku memerah. Bulan sabit lebih dulu terbit padahal langit belum sempurna mengkilaukan kerlipnya. Ah, kufikir akan datang kembali surat surat yang begitu jauh di kamar kos ku di Kediri. Jauh,, kufikir jauh sekali.